Wednesday, April 13, 2011

Awal Mula Lahirnya Akuntansi Islam

Pendahuluan
Peradaban Islam telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan-tuntutan syari’at Islam yang berasaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah. As Sunnah mengandung seluruh ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Muhammad bin Abdillah shallahu `alaihi wasallam, sebagaimana yang dihafal oleh para sahabat ridlwanullah ‘alaihim. Sangat disayangkan, kita dapati sebagian penulis dari kalangan non Islam tidak berusaha memahami Islam secara benar, dan mengulang-ulang pendapat yang tidak sesuai dengan kedudukan ilmiah mereka tanpa memikirkan hasil dari apa yang mereka tulis. Di antaranya adalah definisi yang mereka kemukakan tentang Rasul Muhammad shallallahu `alaihi wasallam, yaitu seorang pemimpin yang di dalam tulisan-tulisan sastranya memberikan banyak pengetahuan dan hikmah kepada para pengikutnya. Dengan definisi tersebut, mereka mempunyai maksud bahwa Al Qur’an bukan dari sisi Allah. Salah satu penelitian modern yang dilakukan oleh salah seorang  peneliti Muslim bersama para peneliti Barat menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin dipetik dari Islam dalam pengembangan akuntansi dan kerangka perdagangan tidak dapat diambil manfaatnya, setelah dilakukan penelitian yang mendalam. Hal ini menunjukkan bahwasanya sangat mendesak, kebutuhan untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang non muslim, terutama para pemikir mereka, tentang hakikat Islam dan apa saja yang dapat dipersembahkan kepada manusia, di samping apa yang telah dipersembahkan kepada mereka melalui berbagai ilmu pengetahuan yang dijadikan asas oleh orang-orang Barat dalam meraih kemajuan ilmu pengetahuan mereka.

Akuntansi Zaman Nabi Yusuf as.
Jika kita kaji kembali kisah-kisah para nabi di Al-Qur’an, maka
seorang akuntan sewajarnya tertegun pada saat membaca kisah nabi
yusuf. Dimana saat nabi yusuf mengartikan mimpi raja mesir, tercantum
pada surat Yusuf ayat 46-49 yang berbunyi:
” Hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang 7 ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh sapi berina yang kurus-kurus dan 7 bulir gandum yang hijau dan lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya. Yusuf berkata: supaya kamu bertanam tujuh tahun sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu datang 7 tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya, kecuali sedikit dari yang kamu simpan. ”

Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan dan dimasa itu memeras anggur kemudian nabi yusuf diangkat sebagai bendaharawan mesir ini tercantum pada surat Yusuf ayat 55 yang berbunyi:

” Berkata yusuf: jadikanlah aku bendaharawan; sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan¨.
Dan seperti yang kita ketahui, kemudian datanglah hal yang seperti mimpi raja tersebut. Maka nabi Yusuf yang saat itu menjadi bendaharawan negara mengatur distribusi kekayaan kerajaan dan juga mengurus distribusi bantuan pangan bagi orang-orang yang terkena dampak kemarau panjang meskipun yang membutuhkan bantuan itu berasal dari negara lain. Tidaklah mungkin nabi yusuf dapat melakukan itu semua tanpa sistem pencatatan yang baik serta perhitungan yang akurat. Hanya saja karena masanya yang telah lama berlalu, sehingga sulit untuk menemukan bukti mengenai bagaimana cara pencatatan keuangan pada masa itu.

Akuntansi Di Era Pra-Islam
Ketika berbicara tentang sejarah akuntansi di kalangan orang Arab, maka yang dimaksud adalah masa yang berakhir dengan hijrahnya Rasulullah SAW, dari Makkah ke Madina tahun 622 M, yang setelah itu dimulailah sejarah Islam. Kehidupan bangsa Arab di negeri antara dua sungai pada masa lampau telah mencapai tingkat kehidupan yang makmur. Hal ini berpengaruh terhadap akuntansi yang ada dikalangan orang Arab, yaitu konstruksi kehidupan sosial di negeri Rafidin atau yang dikenal dengan nama neggeri anatara da sungai mulai berbuat untuk melayani kebutuhan merekan dalam bidang perdagangan dan industri yang maju saat itu. Ensiklopedi Britanian menunjukkan bahwa negeri Rafidin juga dikenal dengan nama Jaziratul Arabiyah.
Kemajuan dalam bidang perdagangan dan sosial serta keterkaitannya dengan penemuan tulisan dalam kapasitasnya sebagai sesuatu yang penting yang sangat dibutuhkan oleh keadaan pada saat itu, medorong salah seorang peneliti untuk mengatakan bahwa orang-orang Finiqiya pernnah menggunakan huruf paku yang pernah digunakan di negeri Rafidin, namun setelah itu mereka menemukan huruf-huruf khas mereka yang kemudian digunakan oleh orang Yunani. Huruf – Finiqiyah ini memiliki karakter tersendiri, menarik, ditulis dari arah kanan ke kiri.
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa perkembangan dan kemajuan dalam bidang perdagangan dan sosial berimplikasi pada penemuan tulisan, dan tulisan dengan perannya berimplikasi pada peletakan batu dasar bagi akuntansi. Semuanya ini terjadi di wilayah tersebut yang merupakan bagian dari dunia Arab. Dan tdak mustahil hal seperti itu terjadi pula di wilayah yang lain dari dunia Arabm di samping negeri antara dau sungai. Namun sampai sekarang, berbagai ekskavasi tidak menunjukkan hal itu, atau dalam bentuk yang lebih rinci lagi tidak ada seorang pun yang mempelajari ekskavasi itu dari segi perdagangan dan akuntansi, khususny dalam hal yang berkaitan dengan Yaman dan masa-masa keemasan yang dialaminya.
Tulisan Sumariyah termasuk bentuk tulisan yang terdahulu secara umum, karena tulisan Mishiriyah (Mesir) muncul setelah itu. Kedua bentuk tulisan itu yaitu Sumariyah dan Mishiriyah terbentu dari rumus-rumus sesuatu dan dikenal dengan nama pictographic yaitu tulisan dalam bentuk gambar.
Demikian pula buku akuntansi yang digunakan di Sumar dan Babilonia, yang sifatnya mengandung hitungan berimbang (neraca), menurut pemikiran James Snyder mungkin dikategorikan sebagai sistem Sumariyah untuk sistem Al-Qaidul Muzdawaj (Double Entry Bookeeping).
Penduduk negeri antara dua sungai telah menggunakan papan tulis tembikar y aang bertuliskan denga huruf paku untuk mencatat hitungan mereka. Meskipun sederhana itu sudah cukup dan sesuai dengan kebutuhan mereka dalam bidang perdagangan dan sosial. Babilonia telah dikenal dengan pekerjaan penukaran uang sejak masa yang tidak dikenal sampai abad IV SM.
Tujuan dari penggunaan akntansi di kalangan orang Arab adalah untuk mengukur keuntungan. Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai munculnya nega Islam pada tahun 1 H atau 622 M. Adapun akuntansi sebagai sarana pembantu dalam pengambilan keputusan belumlah difungsikan sampai munculnya negara Islam. Bagi orang-orang Arab pra Islam, perhitungan keuntungan dilakukan dengan cara mengetahui kelebihan pada modal murni antara awal dan kahir (saldo akhir) masa perdagangn. Bagi orang-orang Arab Hijaz, keuntungan dihitung dua kali: pertama setelah perjalanan dagang ke Yaman pada musim dingin, dan kedua setelah perjalanan dagang ke Syam pada musim panas.

Akuntansi Di Era Kekhalifahan Umar Ibn Khattab
Sebelumnya telah dikatakan bahwa awal pencatatan transaksi di dalam buku bersamaan dengan berawalnya negara Islam pada masa Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam  sebagai akibat bertambahnya pemasukan negara dari berbagai  penaklukan dan zakat, terutama setelah pemasukan tersebut semakin banyak dan tidak seluruhnya dapat dibagikan pada saat itu. Tidak diragukan lagi bahwa pencatatan di dalam buku pada awal masa tersebut berjalan sesuai dengan cara yang diikuti sebelum Islam. Tetapi, pelaksanaan pencatatan tersebut berkembang pada masa khalifah kedua, yaitu khalifah Al Faruq Umar Ibnul Khaththab radliyallahu `anhu pada tahun 14–24 H. /636–646 M. Beliaulah yang memerintahkan mencatat harta umum diklasifikasikan sesuai dengan sumber pendapatannya. Perkembangan pada masa khalifah Umar Ibnul Khaththab ini meliputi penentuan hakikat buku yang harus digunakannya dan cara mengaplikasikannya, serta dokumen-dokumen yang harus dimilikinya sebagai asas pencatatan dan harus disimpan setelah dicatat untuk memperkuat apa yang telah dicatat. Pada era pertumbuhan dan perkembangan berikutnya Khalifah Umar Ibn Khattab  memerintahkan mencatat harta umum diklasifikasikan sesuai dengan sumber pendapatnnya. Umar Ibn Khattab dalam sebuah riwayat diceritakan mengangkat dan menggaji staf-staf pencatat sumber pemasukan dan pengeluaran. Pada era khalifah kedua setelah Abu Bakar ini tercatat dalam sejarah yang paling banyak terjadi kemajuan dalam hal keuangan public dan perekonomian negara Islam. Mulai ada pembukuan dan dokumentasi yang harus dimilikinya sebagai asas pencatatan.

Akuntansi di era kekhalifahan Al Walid Ibn Abdul Malik
Pada awal kehidupan negara Islam, buku-buku akuntansi masih berupa kertas-kertas terpisah, tidak berbentuk buku yang berjilid. Orang  pertama yang memasukkan buku-buku dan catatan yang terjilid sebagaimana yang kita kenal pada masa tersebut adalah Khalifah Al Walid bin Abdul Malik, pada tahun 86–96 H. /706–715 M. Sistematika pencatatan transaksi dan pencatatan sumber pendapatan negara secara tersusun sistematis rupanya telah dimulai dan dikembangkan sejak era kekhalifahannya. Setelah itu proses pertumbuhan dan perkembangan Akuntansi di dunia Islam mecapai puncaknya pada era Kekhalifahan Abbasiyah. Dalam Kerangka Sejarah dan Teori Akuntansi Keuangan Dalam Masyarakat Islam yang ditulis oleh Prof .Dr. Umar Abdullah Zaid dan diterjemahkan oleh Muhammad Syafi’i Antonio ,M.Ec dipaparkan bahwa salah satu bukti telah tersusunnya secara sistematis Akuntansi dalam bentuk pembukuan dan jurnal pada tahun 132 H / 749 M. Jurnal-jurnal pencatatan dalam proses pembukuan Akuntansi lebih dikenal dengan nama Jaridah yang kemudian diterjemahkan menjadi Journal sebagaimana yang tercacat dalam bukunya Luca Pacioly dan terjemahan latin Zornal sebagaimana yang dikenal di Venice , Italy.
Artinya Proses penumbuhan Akuntansi di dunia Islam telah digunakan sekitar 745 tahun sebelum kemunculan buku Pacioly yang berjudul Summa De Arithmetica, Geometry, proportion. Kemudian barulah Akuntansi Islam menemukan puncak kegemilangannnya di tahun 765 H/1363 M dengan sebuah manuskrip yang disusun oleh Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani. bertajuk Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat. Walaupun sebelum Al Mazindarani menyusun manuskripnya tersebut
Penulis muslim lainnya yang juga telah menyusun sebuah karya tentang perkembangan Akuntansi dan penggunaaanya dalam masyarakat Islam juga telah dimulai oleh An Nuwairi (734H/1336M) dan Ibnu Khaldun (167H/784M). Menurut An Nuwairi, yang meninggal pada tahun 734 H. /1336 M atau kurang lebih 31 tahun sebelum munculnya buku  Al Mazindarani, pekerjaan pembukuan tunduk pada praktik-praktik tertentu dan jelas. Sebab, seluruh harta yang masuk atau keluar harus dicatat sesuai urutan waktu  terjadinya, juga harus dicatat tanggal terjadinya setiap transaksi.  Demikian pula, keharusan mencatat transaksi menurut urutan waktu terjadinya tidaklah terbatas pada transaksi-transaksi keuangan saja atau yang memiliki nilai keuangan, tetapi mencakup juga seluruh transaksi yang berhubungan dengan diwan dan yang lain. Pencatatan di buku harian berlangsung dari realitas syahid yaitu yang sekarang dikenal dengan nama journal voucher, yang disiapkan oleh akuntan, yang melakukan pencatatan di buku. Hal ini menunjukkan kesinambungan pengembangan di dalam pekerjaan akuntansi yang awalnya bersamaan dengan munculnya negara Islam tahun 622 M, dan menjadi kokoh pada masa Khalifah Umar Ibnul Khaththab, serta semakin kokoh pada masa Daulat Abbasiyyah. Kemudian bertambah berkembang setelah itu sebagaimana yang kita rasakan dari apa yang disebutkan oleh An Nuwairi.
Umat Islam juga mengenal buku khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al Auraj, yaitu serupa dengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin (Debtors or Accounts Receipable Subsidiary Ledger). Kata Auraj adalah dari bahasa Parsi, kemudian digunakan dalam bahasa Arab. Auraj digunakan untuk mencatat jumlah pajak atas hasil tanah pertanian, yaitu setiap halaman dikhususkan untuk setiap orang yang dibebani untuk membayar pajak, di dalamnya dicatat jumlah pajak yang harus dibayar, juga jumlah yang telah dibayar dari pokok jumlah yang harus dilunasi. Penentuan jumlah pajak yang harus dilunasi  didasarkan pada apa yang dinamakan Qanunul Kharaj (Undang-Undang Perpajakan). (Al Mazindarani 765 H./1363 M.)
Di samping apa yang telah disebutkan, kaum muslimin di negara Islam mengenal pembagian piutang menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.     Ar Ra’ij minal mal, yang dimaksudkan ialah piutang yang memungkinkan untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang ini dikenal dengan nama Ad Duyunul Jayyidah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Collectable Debts.
2.     Al Munkasir minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang mustahil untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang dinamakan Ad Duyunul Ma’dumah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Bad Debts atau Uncollectable Debts.
3.     Al Muta’adzir wal mutahayyir wal muta`aqqid minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang diragukan untuk didapatkan, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Doubtful Debts.

Dari pembagian piutang tersebut ada dua hal penting yang patut didapatkan, yaitu: pertama, pengaruh kehidupan perdagangan terhadap pekerjaan akuntansi, sebagaimana yang telah kami kemukakan pada pendahuluan Bab I; dan yang kedua adalah pembagian ini hanya berpengaruh terhadap penggambaran kondisi keuangan baik bagi negara maupun pribadi, khususnya untuk tujuan zakat. Sebab, penggambaran kondisi keuangan menuntut ketelitian dalam penggambaran hak dan kewajiban. Tidak diragukan lagi bahwa mereka mengetahui pentingnya inventarisasi para debitur untuk mengetahui apa yang mungkin diperoleh pada masa-masa mendatang. Jika tidak, tentu mereka tidak segera mengelompokkan piutang dalam tiga kelompok tersebut. Pengelompokan ini adalah  pengelompokan yang digunakan pada masa kita sekarang tanpa menyebutkan bahwa sumbernya adalah di negara Islam.

Akuntansi Di Era Daulat Abbasiyyah.
Sistem buku akuntansi ini telah mencapai puncaknya pada masa Daulat Abasiyyah pada tahun 132–232 H. /750–847 M. Yakni, pada tahun 132 H. /750 M. Khalid bin Burmuk terpilih menjadi kepala Diwan Kharaj (Diwan pemasukan hasil-hasil pertanian) dan Diwan tentara. Khalid bin Burmuk melakukan reformasi sistem kedua Diwan tersebut dan mengembangkan buku-buku akuntansi serta memberi nama khusus terhadapnya. Daulat Abbasiyyah, 132–232 H. /750-847 M. memiliki banyak kelebihan dibandingkan yang lain dalam pengembangan akuntasi secara umum dan buku-buku akuntansi secara khusus. Sebab pada saat itu, masyarakat Islam menggunakan dua belas buku akuntansi khusus (Specialized Accounting Books). Buku-buku ini memiliki karakter dan fungsi dan berkaitan erat dengan fungsi dan tugas yang diterapkan pada saat itu. Di antara contoh buku-buku khusus yang dikenal pada masa  kehidupan negara Islam itu adalah sebagai berikut:
1.     Daftarun Nafaqat (Buku Pengeluaran). Buku ini disimpan di Diwan Nafaqat, dan diwan ini bertanggung jawab atas pengeluaran Khalifah, yang mencerminkan pengeluaran negara.
2.     Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku ini disimpan di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya.
3.     Daftar Amwalil Mushadarah (Buku Harta Sitaan). Buku ini digunakan di Diwanul Mushadarin. Diwan ini khusus mengatur harta sitaan dari para menteri dan pejabat-pejabat senior negara pada saat itu.

Demikian pula Ibnu Khaldun yang hidup pada masa Daulat Abbasiyyah dan menulis bukunya tahun 167 H. /784 M. Mengatakan bahwa seorang akuntan harus memakai buku-buku akuntansi yang sesuai, dan mencatat namanya di akhir buku, serta menstempelnya dengan stempel Sulthan. Stempel tersebut memuat nama Sulthan atau simbol khusus bagi Sulthan. Stempel tersebut dibubuhkan di salah satu sisi buku. Sesungguhnya penggunaan kata “buku-buku akuntansi yang sesuai” oleh Ibnu Khaldun menunjukkan semenjak abad  ke-2 Hijriyah dan barangkali sebelum itu, kaum muslimin menggunakan buku-buku akuntansi yang beragam sesuai dengan perbedaan karakter kegiatan, baik tingkat negara maupun pribadi.

Lahirnya Ulama’ Muslim Di Bidang Akuntansi (Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani)
Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H./1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah,. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan.
Al Mazindarani berkata bahwa ada buku-buku–barangkali yang dimaksudkan adalah manuskrip-manuskrip–yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer pada saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul :”Risalah Falakiyah Kitab As Sayaqat”. Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dalam menulis buku “Risalah Falakiyah” tersebut. Dalam bukunya yang masih dalam bentuk manuskrip itu, Al Mazindarani menjelaskan hal-hal berikut ini:
  • Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi.
  • Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan.
  • Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan.
Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntansi yang populer pada saat itu, yaitu pada tahun 765 H./1363 M. antara lain:
  • Akuntansi Bangunan.
  • Akuntansi Pertanian.
  • Akuntansi Pergudangan
  • Akuntansi Pembuatan Uang.
  • Akuntansi Pemeliharaan Binatang.

Akuntansi Di Era Para Fuqaha’
Perkembangan akuntansi di negara Islam mencapai puncaknya dalam membangun pengertian akuntansi sebagai suatu sarana untuk pengambilan keputusan sebagai tujuan asasi bagi penggunaan akuntansi. Anehnya, hal inilah yang menjadi tujuan penggunaan akuntasi pada masa kita sekarang ini. Para penulis sekarang ini mengaku bahwa merekalah yang mengembangkan pengertian ini pada abad sekarang. Barangkali, pengakuan mereka ini disebabkan oleh kejahilan mereka terhadap sejarah dan peran akuntansi di negara Islam. Demikian pula, boleh jadi mereka membangun tujuan ini pada abad XX, sementara tujuan ini telah populer di negara Islam sejak abad I H. atau abad VII M. Di antara yang  menjelaskan tujuan ini dan realisasinya di negara Islam adalah perkataan Imam Syafi’i rahimahullah : “Barang siapa mempelajari hisab (akuntansi) pikirannya bagus.” Perlu diketahaui bahwa Imam Safi’i hidup pada tahun 150-204 H./767-820 M. Hal ini tidak saja menjelaskan peran yang dimainkan akuntansi dan signifikansinya pada waktu itu, tetapi juga menjelaskan pengetahuan masyarakat pada saat itu terhadap peran dan signifikansi  tersebut. Hal ini tampak dalam bentuk khusus, ketika ucapan ini datang dari seorang yang faqih, bukan datang dari spesialis akuntansi. Setelah itu, Imam Syafi’i menjelaskan ucapannya itu, yaitu sesungguhnya seorang pedagang atau yang lain tidak dapat mengambil keputusan secara benar atau mengeluarkan pemikiran yang tepat tanpa bantuan data-data yang tercatat dalam buku.  Para fuqaha’ berkata bahwa di antara kewajiban seorang muslim adalah mempelajari hukum-hukum ibadah yang menjadikan  shalat, shaum, dan zakatnya sah, serta hal-hal yang harus diketahui untuk menunaikan manasik hajinya. Demikian pula dia harus mengetahui hukum-hukum jual beli jika ingin berprofesi  sebagai seorang pedagang; dan mempelajari akuntansi, sehingga ia tiadak berbuat zhalim dan tidak dizhalimi. Hal inilah yang disebut ilmu dlaruri.

Klaim Ilmuwan Barat Terhadap Akuntansi
Vangermeersch memandang bahwa tempat tumbuhnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry) masih diperdebatkan. Hal ini berarti  bahwa dia tidak menerima bahwa tempat tumbuhnya sistem tersebut hasil penemuan Lucas Pacioli (Fra Luca Bartolomeo de Paccioli), di Republik Itali. Dia beralasan bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam buku-buku akuntansi, yang merupakan suatu metode untuk memilah-milah data sesuai dengan kaidah-kaidah khusus yang telah dikenal secara umum. Berdasarkan hal tersebut, sebagian peneliti memandang bahwa masih diragukan, sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam bentuk yang kita kenal sekarang ini atau yang mendekati hal itu telah dipraktikan secara meluas pada abad XIV, yakni mereka meragukan adanya praktik tersebut secara meluas di Itali pada abad XIV, terutama Pacioli hanya menyebutkan adanya praktik secara meluas tanpa menentukan tempatnya. Keraguan ini pada kenyataannya beralasan. Alasan pertama, yaitu kosongnya masa sejarah dari sejarah akuntansi, yaitu masa yang terjadi antara lenyapnya negeri antara dua sungai dan negeri Mesir di dunia Arab sampai abad XV secara umum. Secara khusus, ketika Pacioli menyebarkan bukunya yang mengandung satu bab tentang akuntansi, yaitu pada tanggal 10 Nopember 1494 M. Kekosongan ini hampir mendekati dua ribu tahun. Alasan kedua, yaitu penggunaan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi secara luas tidak diragukan lagi mengharuskan adanya suatu praktik kerja dan pusat-pusat pelatihan yang mampu mencetak pribadi-pribadi yang ahli dan mampu menggunakan sistem ini secara luas. Pada kenyataannya, pusat-pusat pelatihan semacam itu tidak ada di Itali, kecuali pada akhir abad XVI, yaitu setelah kurang lebih dua abad dari munculnya buku Pacioli. Pusat pelatihan para akuntan yang pertama di Itali didirikan di kota Venice pada tahun 1581 M, dan dikenal dengan nama Colege of Accountans. Setelah para peserta studi menerima ilmu dari lembaga tersebut, mereka diharuskan untuk berlatih (praktik kerja) di kantor-kantor akuntan yang telah teruji selama enam tahun, setelah itu, mereka diuji sebelum dapat mempraktikkan profesi akuntansi secara mandiri. (American Institute of Certified Accountants, 1970, hal.3) Demikian pula praktik kerja belum memiliki wujud yang diperhatikan sebelum munculnya buku Pacioli. Hal ini kembali pada keterbelakangan ilmu yang dialami Eropa pada saat itu, yang dikenal dengan masa kegelapan.
Di antara yang patut diperhatikan adalah Pacioli menyebutkan di dalam bukunya bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah ada sejak masa yang lama, tetapi ia tidak menyebutkan sejak kapan dan di mana sistem ini telah ada sejak lama. Apakah hal itu di dalam Republik Itali pada saat itu, ataukah di tempat lain. Demikian juga salah seorang peneliti, De Rover, berpendapat bahwa bab yang terdapat di dalam buku Pacioli tentang akuntansi hanyalah suatu bentuk nukilan dari apa yang ada pada saat itu beredar di antara para murid dan guru di sekolah aritmetika dan perdagangan (Venetian Schole) atau dalam bahasa Inggris Schools of Commerce and Arithmetic. Dengan demikian, Pacioli hanyalah penukil (Transcriber ) atau pencatat terhadap apa yang beredar pada saat itu. Sesungguhnya ucapan ini tampak diterima oleh akalnya, namun terganjal oleh adanya hubungan antara para pedagang muslim dan para pedagang Itali. Tetapi, pertanyaan yang muncul adalah: Siapakah yang menemukan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi? Di mana hal itu? Dan bagaimana sistem ini bisa beralih ke tangan orang-orang Itali?
Mungkin dapat dikatakan bahwa pada saat Eropa hidup pada masa kegelapan, kaum muslimin telah menggunakan akuntansi dan ikut andil dalam mengembangkannya. Sementara itu, peradaban Islam, dalam pertumbuhan dan perkembangannya, berdiri di atas asas kebahagiaan manusia melalui hal-hal yang sesuai dengan syari’at Islam dan hal-hal yang dapat merealisasikan bagi manusia integrasi antara tuntutan-tuntutan spiritual dan tuntutan-tuntutaan material. Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala:
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al Qashash :77).
Orang-orang Arab, terutama di Makah, kemudian kaum muslimin setelah itu, menggunakan akuntansi untuk menentukan keuntungan dengan mengukur kelebihan yang ada pada aset mereka. Peradaban Islam selamanya telah disifati sebagai peradaban Arab. Tampaknya, hal ini dikarenakan kaum muslimin menggunakan bahasa Arab, yang merupakan bahasa AlQur’an. Di samping itu, karena orang-orang Arab adalah para pedagang yang tangguh di Eropa, Afrika, dan Asia. Pada hakikatnya, peradaban yang dikenal oleh masa Islam adalah bersumber dari Islam, dan pembangunnya adalah kaum muslimin. Peradaban Islam ini, dengan segala karakter, arah pandang, dan sumbernya, berbeda dengan seluruh peradaban sebelumnya dan yang sesudahnya. Oleh karena itu merupakan suatu kesalahan, mengatakan bahwa ia adalah peradaban Arab. Ia adalah peradaban Islam yang belum pernah ada bandingannya di dunia ini, sebelum dan sesudahnya. Di samping itu, Islam menolak fanatisme golongan, maka orang-orang yang ikut andil dalam membangun peradaban Islam  bukan saja  orang-rang Arab.  Bahkan,  banyak dari ilmu yang ditemukan dan dikembangkan oleh kaum Muslimin non-Arab. Dengan demikian tidak boleh menyandarkan peradaban Islam kepada orang-orang Arab saja atau kepada kelompok tertentu selain mereka. Kaum muslimin memiliki pengaruh yang besar terhadap orang-orang yang dijumpainya dari berbagai macam bangsa, melalui perjalanan dagang mereka. Sebagai contoh kami sebutkan pengaruh para pedagang Yaman terhadap orang Indonesia dan Malaysia, yakni mereka itu berpindah agama, dari Budha ke Islam.
Demikian pula, banyak orang-orang Eropa yang mengunjungi dunia Islam terpengaruh dengan apa yang mereka rasakan di negeri Islam. Banyak di antara mereka yang masuk Islam ketika mereka merasakan kekuatan pendorong yang merubah orang-orang badui yang memeluk Islam menjadi ulama’ dan pemimpin. Sebagian peneliti telah merasakan pengaruh peradaban Islam dan kaum muslimin terhadap dunia, yakni salah seorang dari mereka mengatakan bahwa para pedagang Itali telah menggunakan huruf-huruf Arab, di samping angka-angka Arab juga. Di samping itu, sebagian penulis memandang bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) telah dikenal oleh penduduk dahulu, dan sistem ini tersebar di Itali melalui perdagangan. Demikian pula bahwa di sana terdapat beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa orang-orang terdahulu telah mencatat pemasukan dan pengeluaran tunai pada lembaran-lembaran yang berhadapan dengan sistem debet dan kredit. Tidak diragukan lagi, mereka itu adalah orang-orang Arab terdahulu sebelum Islam, di Babilonia, Mesir, lalu di Hijaz, setelah itu diikuti oleh kaum muslimin. Demikian pula perkataan peneliti ini bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah tersebar di Itali melalui perdagangan, yang dimaksudkan adalah melalui kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin pernah menjalin hubungan dagang yang kuat dengan orang-orang Itali; dan tidak ada seorang pun yang mendahului mereka dalam melakukan hal itu, sejak Eropa keluar dari masa kegelapan.
Tahun 1202 M adalah tahun dimasukkannya angka-angka Arab dan aritmetika–yang keduanya ditemukan oleh kaum muslimin–ke Eropa, yaitu melalui buku yang ditulis oleh Leonardo of Pisa Putra Bonnaci (Fibonnaci) yang banyak melakukan perjalanan ke dunia Arab. Tentu saja, hal ini bukan berarti akuntansi tidak sampai ke Itali melalui para pedagang muslim, sebelum tahun 1202 M. Sebab, sangat memungkinkan, hubungan dagang dan akibat yang ditimbulkannya seperti adanya hubungan cinta kasih antara kaum muslimin dan orang-orang orang Itali telah membuka  jalan bagi penggunaan angka-angka Arab dalam skala yang terbatas, sehingga buku Leonardo of Pisa mendapatkan sambutan yang baik ketika terbit. Buku Leonardo of Pisa memuat bab-bab tentang aritmetika yang menjelaskan cara penjumlahan, pengurangan, menentukan harga, barter dan persekutuan-persekutuan terutama yang serupa dengan Syirkah  Tadlamun. Buku  ini mendapatkan perhatian besar dari para pedagang, karena menyajikan cara baru penomoran dari satu sampai sepuluh. Cara ini tidak akan disajikan kepada orang-orang Eropa di Itali kecuali setelah nyata berhasil penerapannya di negara Islam di sisi penemunya, kaum muslimin. Dengan sistem ini, masalah-masalah akuntansi yang dihadapi oleh para pedagang pada saat itu berhasil diselesaikan. Secara umum, bahasa  Arab adalah bahasa yang populer di dunia Islam. Sebagian wilayah Islam bahasanya bukan bahasa Arab, namun bahasa mereka ditulis dengan huruf-huruf Arab. Sebagian studi menunjukkan bahwa huruf-huruf Arab digunakan dalam 39 bahasa selain bahasa Arab, di Asia, Afrika dan Eropa. Di antara bahasa-bahasa Asia yang menggunakan hurup Arab adalah bahasa Turki, Parsi, Azerbaijan, Kurdi, Afganistan, Hindustan, Kashmir, Punjab, Urdu, Tamil, India, Usbek, Jawa, Sunda, Melayu, Sulawesi dan Indonesia. Adapun bahasa-bahasa Afrika yang ditulis dengan huruf-huruf Arab antara lain : Qubataliyah, Syalhaniyah, Sawahiliyah, Bumbariyah, Fulaqiyah, Susatiyah, Ghambiyah, dan Fayarijiyah. Sedangkan di Eropa, bahasa yang menggunakan huruf Arab antara lain:  Sanukan, Qazan, dan Qumnuk. Sebagaimana telah dikatakan, orang-orang Eropa dan orang-orang  Amerika  mengkaitkan peradaban Islam dengan orang-orang Arab boleh jadi dikarenakan orang-orang Arab menjadi pelopor dalam penyebaran agama Allah, Islam. Di samping menyebarkan agama Allah, mereka juga menyajikan peradaban mereka yang tumbuh dan berkembang dari celah-celah Islam. Di antaranya adalah perdagangan, dan ilmu-ilmu yang lain. Hal ini ditegaskan oleh salah seorang peneliti bahwa orang-orang Arab yang datang dari timur ke Eropa telah membawa dagangan mereka yang bermacam-macam,  berbagai penemuan mereka dalam ilmu pengetahuan, dan matematika.
Pada masa negara Islam, buku catatan pertama dikenal dengan nama “Jaridah”. Dari sini tampak garis hubungan antara buku Pacioli yang terbit pada tahun 1494 M dan sumber rujukan buku tersebut, karena pada sebagian yang disebutkannya  terdapat banyak kesamaan dengan apa yang digunakan pada masa negara Islam. Di dalam bukunya, Pacioli telah menjelaskan bahwa buku catatan pertama yang harus digunakan dikenal dengan nama “Journal” dalam bahasa Ingris atau “Zornal” dalam bahasa Itali sebagaimana dikenal di kota Venice. Dua kata ini, yaitu Journal dan Zornal merupakan terjemahan secara harfiah dari bahasa Arab, yaitu dari kata “Jaridah”. Jaridah adalah nama untuk buku catatan pertama pada masa negara Islam, yaitu pada masa Daulat Abbasiyyah, sekitar tahun 132 H. /749 M.,yaitu 745 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Dari hal ini dapat kita simpulkan bahwa asas atau sumber rujukan bagi apa yang dipraktikkan di Republik Itali sebagaimana tersebut dalam buku Pacioli adalah apa yang telah dipraktikkan di negara Islam. Di antara yang harus dipraktikkan di negara Islam adalah pencatatan “Jaridah” sebelum memakainya. Pencatatan ini, sebagaimana yang telah kami sebutkan, berlangsung ketika distempel dengan stempel Sulthan. Praktik ini adalah bagi instansi-instansi pemerintahan Islam. Barangkali juga bagi pribadi-pribadi dan lembaga-lembaga khusus.
Dahulu, “Jaridah”  digunakan untuk mencatat pemasukan-pemasukan dan pengeluaran-pengeluaran, tetapi secara terpisah. Yakni, ada jaridah untuk pemasukan dan ada jaridah untuk pengeluaran. Hal ini termasuk serupa dengan apa yang sekarang dikenal dengan nama Specialised Journals. Adapun transaksi-transaksi lain dicatat dalam buku yang dikenal dengan nama Daftarul Yaumiyyah (Daily Book/Buku Harian).
Buku harian yang dikenal di negara Islam 745 tahun sebelum munculnya buku Pacioli adalah buku harian yang digunakan sekarang di dunia, dan dikenal dengan nama General Journal. Buku harian ini dikenal di seluruh diwan di samping specialised journals. Dahulu, buku harian ini digunakan untuk mencatat seluruh transaksi keuangan khusus bagi diwan dan transaksinya dengan orang lain. Buku ini serupa dengan apa yang sekarang dikenal di negara-negara Arab dengan nama Daftarul Yaumiyyatil `Ammah (Buku Harian Umum).
Demikianlah kronologi sejarah akuntansi yang bersumber dari ajaran Islam, yang bersumber dari Al qur’an dan as sunnah. Sudah menjadi kewajiban kita sebagai mahasiswa muslim untuk menggali kembali sejarah peradaban Islam, untuk meraih kembali masa kejayaannya. Sehingga dunia mengetahui bahwa Islam lah agama yang benar sebagai pedoman semua manusia.
*Tulisan ini diringkas dari berbagai sumber. 

No comments:

Post a Comment